Menjelajah Kota Dan Sedapnya Makanan Aceh


Assalamu'alaikum wr wb,
Pernah dengar julukan Serambi Mekah? Sebagian besar teman-teman yang pernah SD tampaknya sih tau kalo nama tersebut ialah gelar untuk Aceh ya, hehehe. Duluuuu, saya hanya sebatas menonton, mendengar atau membaca dongeng saja soal Aceh. Untuk travelling sendiri ke sana, belum terpikir sih dikala itu. Selain jauh, ngga ada kerabat atau sahabat erat juga di sana. Saya tipe travelling dengan koper soale plus agak jiper kalo jadi solois, hahaha. Alhamdulillah kesempatan ke Aceh tiba dari pekerjaan saya dikala ini. Rejeki anak sholehah, hihihi.


Yang terpikir perihal Aceh apaan sih? Sewaktu saya berencana ke sana, yang pertama kali pop up di pikiran ialah tsunami, kopi dan mie Aceh. Yess, isinya kulineran ya mostly, hahaha. Maklumlah, namanya disambi kerja, jadi ya ngga akan jauh-jauh dari makan. Kan agar setrong kakaaak, hahaha. Tsunami ya terang alasannya ialah di simpulan 2004 kemudian Aceh terkena sapuan gelombang maha dahsyat yang menjadikan ratusan ribu kematian dan orang hilang. Dan saya ingin tau bagaimana mereka berdiri kembali dari kesedihan dan keterpurukan, bagaimana keadaan kota itu sekarang. Karena ketika dulu melihatnya di TV rasanya perih dan duka sekali, semua hancur, semua porak-poranda. Saya yang nonton aja nangis bombay, gimana saudara kita yang ada di sana.

Cerita yang Menghangatkan dan Bergelas-gelas Sanger

Saya dijemput Pak Helmi, sopir yang akan mengantar saya dan beberapa sahabat selama perjalanan dinas. Pak Helmi ternyata bahagia bercerita dan ia ialah seorang nelayan. Makara waktu saya tanya-tanya soal Sabang, ia dengan fasih menjawab dengan istilah-istilah yang saya tau tapi tidak saya pahami, hahaha. Misalnya kecepatan angin ia pakai satuan knot, untuk jarak ia gunakan mil (saya pahamnya pakai km - LOL), banyak sekali macam nama angin dan istilah kelautan lain, hahaha. Singkatnya ia bilang kalo sesungguhnya di bulan Maret itu memang waktu yang pas buat ke Sabang, alasannya ialah angin dan arusnya sedang bagus-bagusnya. Yaaa sayangnya kan jadwal utamanya kerja kakaaak, nanti diatur lagi deh yaaaa.. :D


Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda

Dalam perjalanan Pak Helmi juga menerangkan pemakaman massal bagi korban tsunami, namanya Kuburan Massal Siron. Pak Helmi bercerita kalo kuburan massal tersebut ialah tempat bersemayam puluhan ribu orang. Dari yang saya baca, ada setidaknya lebih dari 45 ribu orang.
Padahal luas Kuburan Massal Siron hanya 2 hektar saja. Makara memang rata-rata yang dimakamkan di sana ialah para korban yang sudah tidak dikenali. Korban terdiri dari bermacam-macam usia, suku, gender, dan agama. Seringkali ada peziarah dari banyak sekali kalangan yang tiba untuk mendoakan, terutama ketika hari raya Idul Fitri atau dikala peringatan tsunami Aceh tanggal 26 Desember.



Kuburan Massal Siron (Credit to merdeka.com)
Museum Tsunami (Credit to Rudi Harnanto)
Tentu saja kopi Aceh sudah populer akan rasa dan kenikmatannya. Saya pernah diceritakan sahabat kantor yang asal Aceh bahwa budaya minum kopi orang Aceh itu sangat kuat. Sepanjang jalan akan ditemui banyak sekali kedai ngopi, mulai dari yang ala warkop sederhana, hingga kedai kopi yang sudah ditata cukup modern.Sangat normal jikalau orang Aceh ngopi bergelas-gelas tiap harinya. Teman saya sendiri kadang sanggup hingga belasan gelas seharinya, hahaha.  Jadi sudah niscaya request pertama saya ke Pak Helmi ialah saya ingin minum kopi Aceh.Beruntung saya menginap di Hotel Pade Aceh yang begitu dekat dengan cabang Kedai Kopi Solong.


Kedai Kopi Solong Aceh


Menu di Kedai Kopi Solong

Di kedai kopi Solong, saya sekalian sarapan. Maklumlah first flight bikin saya lapar,hahaha. Terlebih kuliner di pesawat sama sekali tidak membangkitkan selera. Begitu masuk kedai Solong, harum kopi pribadi tercium. Heaven! Enak banget kakaaak.. Lalu tanpa basa-basi saya pesan nasi lemak, semacam nasi uduk dengan lauk rendang, perkedel dan tumis teri dan sambal, hahaha. Rasanya lezat dan bumbunya berasa.Walaupun di pengecap saya masih kurang pedas yah, hehehe. Di meja masih ada banyak sekali macam jajanan pasar khas Aceh, yang paling saya ingat ialah kuliner ringan manis timphan. Ada juga menyerupai donat kampung, kuliner ringan manis menyerupai puding dan rasanya srikaya, manis dan enak.





Nasi lemak di Kedai Kopi Solong


Aneka kuliner ringan manis yang menemani ngopi

Yang paling saya nantikan tentu saja kopinya, yaitu sanger. Kopi sanger sesungguhnya menyerupai kopi susu. Tapi percayalah, ini bukan kopi susu biasa. Harumnya khas, rasanya nikmat dan yang paling penting ngga bikin asam lambung meradang. Saya sanggup minum bergelas-gelas sanger dalam sehari and I was still okay, hahaha. Penyajian sanger ini di cangkir bening berukuran tidak terlalu besar. Makara sambil sarapan bisalah saya teguk 2 gelas sanger, hahaha. Selepas makan dan ngopi sanger, saya melanjutkan perjalanan ke Lokngha. Sepanjang jalan menuju pabrik, perkataan sahabat saya terbukti. Kedai kopi ada di sepanjang jalan, jaraknya dekat-dekat. Bahkan banyak juga yang bersebelahan.Wow!


Sanger in the making


Sanger
Waktu tempuh antara satu tempat ke tempat lain di Aceh tidaklah memakan waktu lama. Ngga ada program macet, entah apa cuma kebetulan dikala saya tiba tapi cuaca di Aceh sangat bersahabat. Tidak terasa panas ataupun lembab berlebihan. Rasanya nyaman dan suasananya juga bikin betah.Menuju Lokngha, Pak Helmi membawa saya dan tim melalui jalan bukit. Area sekitar masih hutan. Kemudian saya melewati satu desa yang sama sekali ngga terkena tsunami, padahal jarak dari desa itu ke maritim hanya kurang dari 3 km. Sayangnya saya lupa nama desanya. Menurut dongeng Pak Helmi, gelombang tsunami menyerupai membelah di bukit dan melewati desa tersebut. Subhanallah. Saya hanya sanggup bertakbir dalam hati, kuasa Tuhan memang tiada yang tau.


Jalan yang bebas macet dan suasana yang menyenangkan
Selang 30 menit, sampailah saya di Lokngha. Daaan lokasi pabrik memang sangat dekat dengan pantai, dari dalam pabrik saya sanggup mendengar debur ombak, sangat syahdu. Tapi siapa sangka ketika hari tsunami terjadi ada 280 orang pegawai yang meninggal maupun hilang, belum lagi anggota keluarga mereka. Pagi itu gres saja pergantian shift, jadi banyak karyawan yang gres masuk dan bersiap pulang. Perumahan karyawan juga ada dekat pabrik, semua tersapu gelombang. Seorang sahabat bercerita bahwa salah satu anaknya terlepas dari pelukannya dan tidak ditemukan. Setelah ia memberitahu kisahnya, saya pribadi berhenti bertanya soal pengalaman ia menghadapi tsunami. Saya rasa sudah cukup luka dan kesedihan yang ia rasakan, huhuhu.  


Di dalam pabrik
Perjalanan dinas kali ini masih seputar materi bangunan dan kawan-kawan. Jangan berharap saya sanggup jalan-jalan ke mana-mana yak, alasannya ialah jadwalnya hanya seputar proyek dan toko bangunan, hahaha. Tapi mendengar dongeng dari pemilik toko, tukang dan customer itu menyerupai menerima pencerahan baru. Karena pengalaman mereka menghadapi tragedi dan kehidupan mereka yang religius, mereka jadi insan yang sangat berserah akan ketentuan Sang Rab. Bahwa tidak ada kata selamanya, bahwa kehidupan itu fana dan tidak lama. Yang mempunyai hidup mereka ialah Tuhan swt,Sang Ilahi. Yang mereka sanggup lakukan ialah melaksanakan yang terbaik ketika di dunia, memperlihatkan pinjaman terbaik bagi keluarga, dan beribadah sebaik-baiknya sehingga ketika Sang Khalik berkehendak, mereka sudah mempunyai bekal amal sholeh bersamanya. Saya nulis ini aja jadi mau nangis, huhuhu.

Mie dan Masakan Aceh si Pemanja Lidah

Rasanya tak lengkap jikalau ke Aceh tapi ngga makan mie Aceh yaaaa. Selain mie Aceh, coba sebut nama kuliner khas Aceh yang teman-teman tau? Rujak Aceh, ayam tangkap, ikan kemamah dan sate matang. Sayangnya saya ngga sempat makan rujak aceh yang populer dan sate matang, huhuhu. Tapi saya sempat mencicipi makan ikan bakar khas Aceh di tepi Pantai Lampuuk, ayam tangkap dan ikan kemamah (ikan kayu).


Pantai Lampuuk
Kalo kau travelling ke Lokngha, kau sanggup mampir ke Pantai Lampuuk di mana akan banyaaaak warung makan ikan bakar bertebaran. Karena saya ke sana hari kerja, jadi sepi dan pantai menyerupai milik kami sendiri. Beruntunglah saya alasannya ialah Pak Helmi, sopir yang mengantar kami ialah seorang nelayan. Makara ia paham betul bagaimana menentukan ikan yang masih segar. Ikan yang dipilih ialah ikan kerapu merah dan ikan kuwe. Sayangnya dikala itu pengolahan ikannya memakan waktu lama, sekitar 1,5 jam. Kalau saja dikala itu agendanya bukan bekerja, saya niscaya sudah main di pantai, hahaha. Karena usang sekali menunggu dan kami sudah sangat lapar, jadilah ngga inget lagi buat foto makanannya, hahaha. Tapi dari 9 ikan yang dimasak menjadi ikan bakar dan ikan kuah bumbu Aceh, semuanya terasa manis tanda ikan itu masih segar. Juara rasanya, mantap!

Baca juga : Palembang Tak Cuma Mpek-Mpek





Ikan yang segaaar, dagingnya pun manis




Nah cuma sempat fotoin ini, hahahaha
Bagaimana dengan Mie Aceh? Mie Aceh yang saya jajal ialah di RM Mie Razali. Saya pilih mie Aceh seafood, sahabat saya menentukan nasi goreng dan mie Aceh daging. Dengan kuah kental dan berbumbu, saya suka mie Aceh. Jika ngga suka mie berkuah, sanggup menentukan mie Aceh yang nyemek-nyemek, jadi kuahnya sedikit tapi mie-nya sedikit berair gitu lho, hahaha. Teman makannya ialah acar bawang dan ketimun. Menurut sahabat saya masih ada yang mie Aceh-nya lebih mantap daripada Mie Razali ini yaitu mie Aceh Ayah dan mie kepiting tak berjulukan di Lampuuk. Tapi yaah namanya sambilan ya kulinernya, jadi belum sempat deh makan mie Aceh Ayah dan mie kepiting yang endeus ituuu.. Next time, next time.









Di meja disediakan banyak sekali macam lauk yang sudah digoreng dan ditusuk menyerupai sate. Ada udang, cumi-cumi, burung puyuh, daging dan ayam. Lengkap dan sedap. Nasi gorengnya juga lezat dengan rasa bumbu khas kebuli. Kami juga pesan martabk dan yang ternyata berdasarkan kami menyerupai telor dadar biasa diisi banyak sekali macam topping, hahaha. Lalu ada minuman menyerupai es teler di Jakarta, isinya kelapa muda dan alpukat dengan rasanya yang manis. Percayalah saya lama-lama di Aceh niscaya gendats alasannya ialah makanannya enak-enak, hahaha.

Baca juga : Menikmati Semarang Dalam Semalam






Martabak yang berdasarkan saya menyerupai telor dadar, hihihi

Selain Mie Razali, saya makan di Warung Nasi Lem Bakrie di Jl. P. Nyak Makam, Lamteh. Warung makannya sederhana saja, menyediakan beragaman masakan khas Aceh. Ada sate kambing, semacam gule kambing, kambing bakar, dan ayam goreng khas Aceh dan ayam tangkap. Rasanya lagi-lagi ya sedap bingits, hahaha. Saya hingga nambah nasinya alasannya ialah sayang lauknya masih banyak, hahaha. Saya bener-bener jatuh cinta sama masakan Aceh. Buat saya masakan Aceh itu lebih variatif. Ngga melulu daging, tapi ada juga ikan tawar dan laut. Ngga melulu kuah santan, tapi ada juga yang berkuah segar tanpa santan. Pokoknya ngga akan bosanlah.




















Di hotel saya mencoba ikan kemamah atau ikan kayu yang dimasak menyerupai bumbu rendang. Ikan kemamah ini ialah ikan tuna yang sudah diolah sedemikian rupa sehingga daging ikan menjadi sekeras batu. Kemudian sebelum dimasak, ikan kemamah akan direndam kembali selama 1-2 jam kemudian disuir-suir. Ada juga yang dijual sudah siap rendam dan masak tanpa perlu disuwir-suwir lagi. Kamu harus makan ini kalo ke Aceh ya, alasannya ialah lezat banget. Semua kuliner Aceh saya bilang sedaaap, hahaha.


Nasi kuning dan ikan kemamah

Buah Tangan Khas Aceh

Saya memang ngga berniat beli oleh apa-apa di Aceh alasannya ialah selain saya hanya bawa tas kecil juga demi irit. Yang saya niatkan hanya beli kopi Aceh alasannya ialah saya, suami, mamih, mama papa dan anggota keluarga besar memang suka ngopi. Lagi-lagi menerima sopir menyerupai Pak Helmi itu semacam berkah. Pak Helmi membawa kami ke pasar apa namanya saya lupa, tapi di sana ada toko kopi berjulukan UD SYR. Alamatnya di Jl Khairil Anwar No 60A Peunayong. Tokonya kecil, tapi bapak penjualnya sangat ramah. Ia mengizinkan saya dan tim mencoba semua jenis kopi yang ada di tokonya. Di tokonya disediakan mesin kopi dan memang bagi yang ingin mencicip akan diberikan 1 sloki. Yah kurang lebih ukurannya menyerupai gelas minum air zam-zam itu lho.

Baca juga : Menginap di Kawasan Geylang, Singapore













Ternyata Bapak Syr menerima pasokan biji kopi dari kebunnya sendiri. Ada bermacam-macam jenis kopi yang ia jual. Dari mulai kopi luwak, kopi king gayo, kopi organik dan masih banyak variasi kopi lain dari yang paling berat hingga paling ringan. Teman saya ada yang ngga sanggup minum kopi, biasanya pribadi berdebar atau sebah. Kemarin itu Pak Syr merekomendasikan satu jenis kopi yang light atau ringan, cocok bagi yang lambungnya tidak tahan terhadap kopi. Dan sesudah minum kopi jenis itu, sahabat saya memang ngga mencicipi sebah ataupun berdebar-debar. Langsung deh adegan berikutnya kami memborong banyak sekali jenis kopi di toko UD SYR, hahaha. Ssst, harganya juga jauh lebih murah daripada kau beli toko khusus buah tangan lho. Di UD SYR kau sanggup icip-icip pula. Fresh kopinya alasannya ialah gres digiling. Mantaaap!






Di tempat Jalan Khairil Anwar itu juga terdapat banyak toko oleh-oleh. Saya mengikuti saja toko yang paling ramai dan populer hasil rekomendasi teman. Dan yang paling menarik hati sih tas dengan bordiran khas Aceh ya. Mana harganya murah-murah. Pingin borong aja sih kalo nurutin nafsu, hahaha. Tapi bawanya rempong kakaaak, kesudahannya saya hanya membeli 1 tas untuk diri sendiri seharga Rp 120.000 saja. Selain tas dengan bordiran Aceh, kopi, kita juga sanggup membeli ikan kemamah atau biasa disebut juga ikan kayu yang sudah dikemas rapi. Versi yang dikemas untuk buah tangan ialah yang sudah diserut menyerupai serpihan. Tapi saya ngga beli alasannya ialah mendengar proses masaknya, saya merasa akan rempong sih, hahaha.  


Itu tas yang saya beli di Aceh, kece kan?! hihihi

Oiya tips dari saya nih. Kalo memang nanti kau ke Aceh dan sopir atau guide kau orisinil Aceh, coba tanyakan apakah ia bersedia untuk menyebarkan bumbu inti mie Aceh. Pak Helmi berbaik hati meminta istrinya menyebarkan bumbu inti mie Aceh untuk kami bawa pulang. Saya membawa 1/2 kg dan abadi disimpan di freezer. Jadi, tinggal ambil satu sendok makan, tambahkan bawang merah dan putih, sawi, kol, daung bawang, seledri, cabe, lada bubuk, garam, gula, udang, cumi, daging atau lauk lainnya. Asli seriusan lezat dan saya berasa kayak koki jagoan, hahahahaha. 


Mie Aceh buatan saya dengan bumbu inti buatan istri Pak Helmi

I left a piece of my heart in Aceh...


Apakah saya akan kembali ke Aceh? Inshaa Allah, alasannya ialah selain saya jatuh cinta sama Aceh pekerjaan saya juga mengharuskan saya bolak-balik Aceh. Sesampainya di rumah saya pribadi mengajak suami liburan ke sana bersama ucul. Semoga sanggup kesampaian di tahun ini yaaaa. Kalo kau apa yang bikin ingin tau soal Aceh? Atau pernah ke Aceh juga dan ada rekomendasi tempat atau masakan yang harus saya singgahi? Cerita di kolom komentar yaaa!
Love you life. :D

Wassalamu'alaikum wr wb.   

0 comments