Solo, Dan Keramahan-Keramahan Yang Memanggilmu Datang


Tiga hari di kota ini, saya jatuh hati berkali-kali. Setiap sudutnya semacam menyimpan kejutan yang niscaya bikin senang. Ada aja yang bikin senyam-senyum. Setiap meternya yakni rumah yang membuka pintunya lebar-lebar untuk kedatanganmu. Tersenyumlah, mari kuantar kalian ke sana.

Inilah Solo, dan keramahan-keramahan yang memanggilmu datang.


1. Makan Sate Kesukaan Pak Presiden


Sate Buntel namanya, salah satu hidangan yang menjadi andalan warung sate Bu Hj Bejo. Bentuknya mah gitu doang, daging kambing digiling trus dibuntel jadi satu. Secara penampilan, beliau lebih layak disebut sate salah pergaulan, sebab chubby buruk pletat-pletot begitu nggak ada menarik-menariknya. Tapi rasanya, sungguh sedap sebab bumbunya berhasil menyerap hingga ke dalam. Paduan manis, asin, pedas, dan aroma hasil bakaran. Pada gigitan pertama, kau akan mengamini pepatah "Don't jugde sate by it's pletat-pletot".



Kabarnya, sate buntel suguhan Bu Hj Bejo ini yakni salah satu kuliner kesukaan Pak Jokowi. Kalau ke sini, Bapak Presiden akan duduk di warung dan makan ibarat pelanggan pada umumnya. Makara datanglah ke sini sesekali, siapa tau kau dapat makan sate bareng orang nomer satu negeri ini. Malak selfie dengan gigi masih belepetan bumbu sate, hidupmu akan mencapai level SWAG paling greget. Ugh.


2. Keliling Kota Naik Sepeda dan Baik Baik Saja


Inilah pertama kalinya saya naik sepeda di tengah kota, sambil merasa kondusif dan senang. Sebab, di Solo, jalan raya juga milik pesepeda. Mereka yang naik kendaraan bermotor, akan menghargai kendaraan kayuh kita di jalan yang sama. Mereka otomatis berhenti ketika kita menyeberang, mereka memelankan laju kendaraan ketika berdampingan, mereka tersenyum ketika kita lewat duluan. Hanya aja mereka gak dapat membalas perasaan yang kita pendam sebab plis deh mblo, lu kata gebetan.


Enggak ada diteriaki "Minggir su!" hanya sebab sepeda kita menghalangi jalan mereka. Mereka akan tunggu dulu hingga jalan agak lowong, kemudian menyalip dengan sopan. Enggak ada dibukain setengah jendela kendaraan beroda empat sambil liat jari supir nunjuk-nunjuk ke dahi, cuma sebab kita mau menyeberang. Mereka tau sepeda nggak punya lampu sen, maka ketika jalan berdampingan, mereka memelankan laju kendaraan. Percayalah, di Solo, stok "Sabar, Thek!" yang kita punya tak akan berkurang sebab kita gak memerlukannya.

Pun di gang-gang, setiap jalan ramah dilalui siapa saja. Kayuhan sepeda kita akan diiringi senyum manis ibu-ibu dari jendela rumahnya. Juga dadah-dadah gemas dari dedek-dedek kecil yang ingusnya berkembang bersamaan senyumnya. Kadang ingus yang mengembang hingga meletus.


3. Makan di Pasar


Iya, di kota ini, kau dapat makan di pasar! Es dawet telasih yang segarnya menyetarai gebetan baru, gempol pleret, atau pecel hitam yang wijennya nikmat luar biasa. Tenang, kau nggak akan mencium apapun. Karena pasar-pasar tradisional di Solo, bersih-bersih dan kinclong-kinclong. Para penjualnya juga necis-necis, enggak kumel enggak jorok enggak kotor. Berbanding terbalik sama hati kau nggak, mblo? Eh maap.

Makan di pasar, di Solo, akan membawamu pada dialog dengan siapa saja. Cerita keseharian yang memberi wangsit dan kebahagiaan sejuta kali lebih banyak dari biasanya. Sambil makan, sambil nyeruput es, sambil berbincang, sambil tukar dongeng hidup, sambil ketemu saudara baru, sambil mencicipi ada hangat yang menjalar di dadamu.


Pasar Gedhe tentu saja kesukaanku. Selain dapat makan tanpa rasa risih, pasar ini baik sekali dengan pesepeda dan pejalan kaki. Kamu akan tetap dilayani kang parkir dengan baik sekalipun naik sepeda, sebab jikalau kendaraan bermotor, kan pakai vallet. Hoiya, Pasar Gedhe punya kemudahan vallet. Dua ribu perak, nggak pakai ribet. Tops marktops pakai s.


4. Bertamu, Tak Sekedar Berkunjung, ke Keraton


Biasanya, wisata ke keraton hanya diisi dengan berkeliling bersama pemandu. Mendengar klarifikasi panjang lebar, kemudian sudah. Pulang dan membawa dongeng yang itu itu saja. Itu juga ketika pemandu kasih klarifikasi ke sana ke sini, kita mah apa, niscaya asik update instastory semoga heits.

Di Solo, kedatanganmu ke Keraton Kasunanan Surakarta, mungkin saja disambut eksklusif oleh keluarga sultan. Mereka akan berdiri bersamamu di halaman tengah, mengajakmu bersenda gurau, bercerita perihal rumahnya, dan mempersilakanmu mempelajari keluarganya.

Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Puger yang menyambut rombonganku


Tak ada batas, pun tak perlu banyak sekali ritual penghormatan. Kita akan diterima sebagai tamu dan berbicara dalam frekuensi yang sama. Di bawah puluhan pohon sawo kecik yang teduh, para penghuni keraton akan mengajakmu masuk ke keramahan Surakarta yang sesungguhnya.


5. Melihat Solo Lebih Dekat, lewat jendela Kereta Uap Jaladara


Naiklah Jaladara, kereta uap ini siap membawamu berkeliling kota Solo. Mengajakmu melihat lebih erat sudut-sudut anggun Surakarta. Terasa sangat asyik sebab perjalanan akan ditemani dengan alunan musik tradisional dan jamu serta jajanan pasar.



Perjalanan dari stasiun Purwosari ke stasiun Solo Kota ini, akan mengantarmu menemukan wajah ramah Solo yang bertebaran di pinggir jalan. Lambaian tangan ibu polantas yang sedang bertugas, teriak setengah tawa bocah kecil yang sumingrah melihat longokan kepalamu dari kereta, pengendara motor yang senyum heran dengan tingkah katrokmu, dan eloknya bangunan bangunan bau tanah yang kokoh sekaligus membumi.

Dari jendela Jaladara, kau akan tau Solo begitu ramah, begitu bersahaja, begitu erat dengan hatimu.



Lihat goresan pena di dada kiriku? Kota itu, beserta keramahan-keramahannya, memanggilmu untuk datang. Ayo ke Solo!

0 comments