Ketemu Bajingan Di Pasar Papringan



"Bajingannya satu ya bu.."

Aku menukar dua keping pring yang saya punya dengan daun pisang yang membentuk bungkusan. Sambil ngakak alasannya nggak kuasa menahan geli menyebut bajingan di depan seorang ibu sepuh, saya membuka pelan-pelan bajingan yang saya punya. Menikmati setiap gigitan sambil cengar cengir saru hahahaha

Kalau bukan alasannya Pasar Papringan Ngadiprono, saya nggak bakal tau di dunia ini ada makanan yang namanya Bajingan. Singkong berlumur gula jawa yang waktu saya post di snapgram kemarin, menuai banyak respon. Dari yang idih, sampe yang ketawa ngeledek tapi pengin icip. Kalean reaktif amat sih liat bajingan.


Pasar Papringan Ngadiprono, kayak namanya, daerah ini yaitu hutan bambu yang disulap jadi pasar. Dalam bahasa jawa, pring berarti bambu, sedangkan papringan, berarti kumpulan rumpun bambu. Pasar unik ini adanya di Dusun Ngadiprono, Desa Ngadimulyo, Kedu, Kabupaten Temanggung. Dulunya, hutan bambu ini yaitu daerah pembuangan sampah, lho. Sama seorang cowok desa, Imam namanya, disulap jadi pasar wisata yang menyedot hingga 5000 pengunjung perhari.

Serunya lagi, rupiah nggak diterima di sini. Karena pasar ini punya mata uang sendiri yang namanya Pring, satu pring senilai 2ribu rupiah. Makara sebelum transaksi, kita harus tuker rupiah dulu dengan pring, ada semacam money changer di beberapa titik di pasar ini. Pring yang sudah ditukar nggak dapat dikembalikan lagi ke rupiah, tapi, dapat digunakan lagi untuk transaksi di gelaran selanjutnya.





Banyak yang dijajakan di sini, dari mulai jajanan desa, mainan tradisional, hasil tani, hingga jasa pijat bawah pohon lengkap dengan kemudahan kasur dan ditonton ayam lewat. Panganan yang disuguhkan juga kebanyakan ala desa, kayak dawet ireng, manggut, gemblong, dan favoritku tentu aja, bajingan! :D 

Ada juga wahana adventure kayak tubing di sungai erat situ, foto bareng penari tradisional, penjual marmut, bahkan cafe ala-ala, semua ada dan semua dibayar dengan pring. Ter-unik yang tertangkap kameraku, yaitu bilik menyusui. Makara abis mamak shopping shopping manjah, si dedek dapat nenen nenen geboy. Keren, ya? Bener-bener lengkap dan bhineka. 






Lihat foto pertama di goresan pena ini? Foto saya yang senyumnya penuh kepalsuan itu lho hahahaha. Di tangan kiriku itu, tas belanja dari bambu yang saya beli seharga 2 pring. Karena pasar ini memang menerapkan konsep ramah lingkungan. Jadi, melarang penggunaan plastik, baik pengunjung maupun penjual. Makanan ya dibungkus daun pisang kayak klethikan di tangan kananku itu. Bahkan jika kita beli kaos, dikasih gitu aja, tanpa plastik dan label. Dan salutnya, semua pedagang patuh dengan hukum main ini.

Nggak kalah keren, yaitu dibangunnya playground dan taman baca di tengah pasar. Playgroundnya ala pring, tentu. Ayunan dan jungkat-jungkitnya, semua dari bambu. Disediakan juga permainan tradisional kayak enggrang, bahkan karet gelang! Iya, karet gelang disediakan di playground. Buat apa coba? Buat main lompat kareeeet :D

Dan di waktu-waktu tertentu, di tanah lapang di area playground, belum dewasa desa setempat unjuk kebolehan dengan menari atau menampilkan kesenian tradisional lain. Enggak neko-neko, show yang saya tonton, hanya belum dewasa berbaju main biasa, bawa kuda bohong dari batang pohon dengan muka dicoret-coret spidol. Sederhana, tapi terasa begitu ceria, guyub, dan hangat.




Pengin ke sini? Datanglah ke Temanggung, tempatnya memang di pelosok tapi populer kok! Di jalan raya, ada plang-plang yang kasih penunjuk arah. Banyak juga jasa ojek yang siap mengantar hingga pasar. Wong yang dari luar negeri aja pada nyampe, masa situ enggak. Etapi nggak dapat setiap hari, ya. Karena pasar ini hanya ada di ahad wage dan ahad pon. Makara dalam sebulan, beliau cuma digelar 2 hari aja.


Purwokerto, rindu makan bajingan, 24 November 2017

Andai hatimu dijual di sini, Bang, kurela menukar seluruh hidupku dengan Pring. Supaya dapat bawa pulang kamu.



0 comments